Pergeseran persepsi tentang pendidikan kerap menimbulkan masalah. Urusan birokrasi lembaga pendidikan kadangkala mengabaikan kualitas belajar mengajar maupun kualitas interaksi antara dosen dan mahasiswa. Patut dicermati, pendidikan merupakan kunci utama menuju masa depan yang lebih baik. Jika itu benar, tentu pendidikan harus betul-betul membawa semangat pendidikan. Kehidupan akademik yang dicita-citakan bukan sekedar pelatihan dan pengajaran dan bukan sekedar menjalani aturan akademik.
“Pendidikan sering disamakan dengan pengajaran. Kemudian direduksi menjadi usaha mengejar tanda lulus, sertifikat, ijazah dan gelar. Tak jarang sebuah perguruan tinggi terlalu fokus pada peningkatan daya tampung dan efisiensi daripada kualitas penyelenggaraan pendidikannya,” ungkap Prof. Frans Mardi Hartanto, Ir.,PhD, pada Workshop Peningkatan Tatakelola IT Telkom melalui Program GUG, Selasa (9/11).Hematnya, pendidikan tidak berhenti pada waktu anak didik mendapatkan ijazah. Pendidikan adalah proses berkelanjutan dalam upaya membangun karakter anak didik.
Jelasnya, dalam upaya membangun karakter mahasiswa harus diperlakukan secara dewasa. Karena tantangan saat ini adalah perubahan lingkungan yang tidak menentu dan tak mudah diprediksi. Agar berhasil mencapai kesuksesan seseorang perlu memiliki daya tahan kuat, semangat juang dan etos kerja yang tinggi. Semangat juang dapat memudahkan seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial dan perubahan kerja yang tak tentu. Pendidikan kontemporer perlu secara jelas diarahkan untuk menyiapkan mahasiswa agar mereka mampu menghadapi tantangan kehidupan masa depan.
“Sangat naïf, apabila pengukuran keberhasilan pendidikan diukuran dari keberhasilan jangka pendek. Seperti jumlah kelulusan ujian nasional, jumlah drop out, dan jumlah penerimaan mahasiswa. Padahal hakikatnya pendidikan adalah investasi modal insani yang bisa diharapkan,” pungkas Frans.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar