Senin, 12 April 2010

Jahja B Soenarjo : Menyorot Iklim Wirausaha Indonesia

Seorang pakar kewirausahaan, David McClelland, mengatakan,

“Jika 2% saja penduduk suatu negara terlibat aktif dalam kewirausahaan, maka dapat dipastikan bahwa negara tersebut akan sejahtera,”

Pendapat serupa pun dikatakan praktisi pendidikan dari Stanford University Profesor Edward Lazear,

“Wirausahawan adalah pelaku paling penting dari kegiatan ekonomi modern saat ini. Dampak yang ditimbulkan dari pembesutan kewirausahaan adalah pelipat gandaan produktivitas masyarakat dan turut mendorong tumbuhnya masyarakat yang kreatif,”


Faktanya, berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) di tahun 2006 bahwa di Indonesia terdapat 48,9 juta UKM dan menyerap sekitar 80% tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut menyumbang 62% dari PDB non-migas.



“Betapa besarnya aktivitas kewirausahaan di Indonesia. Begitu pun dampak positifnya bagi kemajuan ekonomi bangsa,” ujar konsultan, pengamat dan praktisi kewirausahaan yang kini menjabat sebagai Chief Consulting Officer DIREXION, Jahja B Soenarjo.

Diceritakannya pada orasi ilmiah wisuda lulusan IT Telkom periode 27 Maret 2010,

“Kegiatan wirausaha di Indonesia berkembang paling pesat saat krisis moneter melanda di tahun 1997. Berawal dari 7000 usaha kecil di tahun 1980 melesat menjadi 40 juta pada tahun 2001. Artinya banyak usaha kecil yang muncul di saat krisis tersebut dikarenakan kebutuhan dan kurang didorong oleh faktor inovasi,”

Lanjutnya, jika data BPS tahun 2006 ditelaah lagi, 48,8 juta usaha kecil di Indonesia tahun 2006 menyerap 80,9 juta angkatan kerja, di tahun 2009 diperkirakan sudah mendekati angka 100 juta angkatan kerja yang tersebar pada sektor pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan (53,5%), sementara usaha menengah banyak bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran (53,7%) dan usaha besar di industri pengolahan (35,4%).

“Sayangnya, Dunia kewirausahaan Indonesia masih banyak yang mengandalkan otot dibandingkan otak. Kerja keras dibandingkan kerja cerdas. Hal itu menunjukkan bahwa dunia kewirausahaan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain yang sudah memasuki abad informasi dan pengetahuan,” ungkap Jahja.

Masih di tahun yang sama, data BPS menunjukkan, terdapat 11 juta penduduk Indonesia yang masih menganggur dari 106 juta angkatan kerja. Pun, 37 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Angka tersebut diperkirakan bertambah setiap tahunnya dan dapat memperburuk kondisi sosial ekonomi bangsa. Belum lagi masalah angkatan kerja yang terkena rasionalisasi.

“Beberapa fakta seolah menunjukkan iklim wirausaha di Indonesia belum dapat sepenuhnya memberikan sumbangan yang positif bagi kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. Padahal situasi dan kondisi bisnis yang kian kompetitif dan pergerakan roda globalisasi yang dinamis menjadi tanda dimulainya era perdagangan bebas,” pungkas Jahja.


Wirausaha Berasal Dari Jiwa Individunya

Harus diakui, kegiatan yang lebih mementingkan prestasi kerja akan mendorong terciptanya pola mekanisme kerja yang lebih obyektif. Sayang, hal itu masih berupa cita-cita belaka.

Padahal, sektor bisnis sangat kompetitif dan peka terhadap pengaruh lingkungan. Bisnis menjadi mutlak membutuhkan manusia bermental wirausaha. Jiwa individunya harus memiliki dinamika, motivasi, kreativitas dan inisiatif nyata. Merekalah yang memiliki mampu bekerja sama dengan penuh tanggung jawab dalam setiap penugasan yang dibebankan kepadanya.

“Sebagian besar individu belum memiliki jiwa kewirausahaan secara nyata, melainkan masih diwarnai jiwa pekerja yang melekat pada tingkah laku serta kebiasaannya,” kata Jahja.

Mengapa demikian? Jahja memastikan faktor penyebabnya tidak hanya satu.

“Mulai dari lingkungan keluarga, kebiasaan kerja dan praktek-praktek yang terjadi di masyarakat. Kebanyakan kurang mendukung tumbuhnya jiwa wirausaha di kalangan masyarakat itu sendiri,” ungkapnya.

Kenangnya, nilai-nilai yang diyakini masyarakat Indonesia hakekatnya merupakan warisan sejarah kolonial. Kultur masyarakat memang kurang memberi peluang kepada pribumi bangsa memiliki jiwa wirausaha baik. Di masa kolonial, masyarakat kerap diatur agar tidak bisa maju. Kesempatan untuk berkembang dibatasi. Pendidikan pun dibatasi. Hanya orang-orang tertentu saja yang memperoléh peluang untuk rnengenyam kemudahan pendidikan dengan baik.

Meninjau kembali profil kewirausahaan di Indonesia, maka ada tiga hal pokok yang perlu dilakukan, yakni pengembangan jiwa dan karakter wirausaha sejati, pengembangan ketrampilan membesarkan usaha, dan mewujudkan sinergi dalam pengembangan keunggulan bersaing bangsa.

Hal ini menjadi tugas dunia pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Kreativitas, sikap mandiri dan sikap pro-aktif harus mewarnai semua kegiatan pembelajaran. Jika 50% saja kegiatan usaha kecil di Indonesia berkembang dan membutuhkan tambahan 1 orang tenaga kerja, maka akan tersedia 24,4 juta lapangan kerja baru. Nyatanya, interaksi dan hubungan antarnegara saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Jadi, dibutuhkan sinergi lintas ilmu dan lintas industry, dalam hal ini kerjasama institusi pendidikan dengan industri yang akhirnya dapat membangun keunggulan daya saing bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar